Friday, March 7, 2014

Terlalu Terobsesi Dengan Hipnotis

Terlalu Terobsesi Dengan Hipnotis.

Ini adalah salah satu cerita, dari beribu-ribu cerita indah nan absurd yang pernah gue alamin waktu SD. Mungkin, cerita yang nggak bisa gue lupain gitu aja. Selalu ada alasan buat selalu mengingatnya.

Kalau ditanya, "Kenapa, kok bahas kisah SD?" - Lho kok tanya saya? Bu Jokowi sama Bu Ahok ke mana? *Lah jadi bu Ani..*

Banyak banget kejadian absurd yang pernah gue alamin waktu SD. Kalau diceritain semua, mungkin keyboard gue bisa jebol.

Semua ini berawal dari gue yang baru aja lahir ke muka bumi ini. Eh, itu kelamaan.

*Ralat*

Semua ini berawal dari gue yang memasuki kelas 3, setelah belajar mati-matian di kelas 2, gue akhirnya naik kelas. Ke kelas 3.

Awal-awal gue masuk kelas, gue telat. Tapi beruntungnya, masih ada dua kursi kosong. Tanpa pikir panjang, gue langsung duduk di situ.

Nggak lama kemudian, datanglah seorang anak laki-laki. Tampangnya mirip jojon, jalannya pun mirip jojon, tapi cara ngomongnya, enggak. Logat bataknya sangat kental terdengar saat dia ngomong. Tanpa ragu, dia duduk di kursi kosong di sebelah gue, "Boleh aku duduk sini?" Tanya dia. "Hmm boleh... deh.." Kata gue, ragu.

Kami pun saling berkenalan. Yang gue tau: dia orang batak. Yang gue nggak tau: dia galak.

Pas gue salah ngomong sedikit, nada bicara dia langsung tinggi, kayak orang marah-marah. Mulai saat itu, gue nyesel ngizinin dia duduk bareng gue.

Namanya Jos. Gue nggak bener-bener tau namanya. Yang gue tau, dia bilang, "Jos". Entah itu tulisannya Josh, Jose, Joss, atau George. Tapi kayaknya yang terakhir nggak mungkin. Nggak cocok.

Biar cocok, kita tulis saja: Joss.

Nggak lama kemudian, ibu guru masuk dan memperkenalkan dirinya. Proses belajar-mengajar langsung dimulai saat itu.

Jeng Jeng..

Joss terlihat serius memandangi papan tulis yang dipenuhi tulisan-tulisan ibu guru. Tanpa gue sadari, ternyata dia sedang mencoba menghipnotis papan tulis tersebut.

Mulutnya kayak lagi baca mantra, mata nya melotot ke papan tulis, dengan sedikit bingung, gue bertanya, "Joss, kenapa kamu?" "DIAM!" Joss menggeretak. Gue panik. Karena penasaran, gue memberanikan diri buat bertanya sekali lagi, "Joss! Kenapa sih kamu?!" Dengan pede, Joss menjawab, "Ini, aku lagi ngehipnotis papan tulis lah!"

Hening.

Menurut kabar yang beredar, si Joss ini keseringan nonton sketsa. Yang adegannya; mata dipelotot-pelototin, pura-pura konstentrasi, ngasih sugesti, terus hipnotisnya gagal. Dia terobsesi dengan hipnotis... atau, hal-hal yang berbau sulap.

Pernah suatu hari. Entah karena apa, tiba-tiba dia nganggep gue guru sulapnya.

"Guru.. tolong ajarkan aku trik sulap terbaru guru.." Ucap Joss dengan tampang minta ditonjok.
"Hah.." Gue bingung.
"Plis guru.. saya mohon guru.."

Besoknya, gue pindah sekolah.

Akhirnya setelah bosen dipintain trik sulap baru yang sama sekali gue nggak tau, gue coba juga sulap di depan Joss.

Satu-satunya trik sulap yang gue tau pada saat itu: pesulap menyuruh penonton untuk membantunya. Mengambil satu kartu dari sebuah tumpukan kartu. Diliat beberapa saat, lalu menaruhnya kembali di tumpukan kartu. Pesulap mengocok kartu, dan dengan ekspresi sok-sok jago, dia mengambil satu buah kartu dan memberinya kepada sang penonton. Dan itu adalah, kartu yang tadi diambil si penonton.

Sampai sekarang, gue masih nggak tau gimana cara melakukan trik sulap itu. Tapi dengan sedikit soktau, gue nyoba nanya Joss, "Mana, ada kartu nggak?" "Kartu? kartu apa guru?" Rasanya pengen banget gue peringatin ke dia, "Sekali lagi kamu manggil aku "Guru", akan ku jedotin kepala kamu enam belas kali!!! Mau?!!". "Udah, kartu apa aja. Kartu remi, kek.." Balas gue.

Kebetulan, dia udah mempersiapkan kartu remi dari rumah. Dia memberikan kartu remi-nya ke gue. Dengan soktau sekaligus bingung, gue langsung nyuruh Joss mengambil satu kartu dari 52 kartu yang ada di tangan gue. Matanya keliatan serius menatap kartu yang barusan diambilnya, karena kelamaan, gue bertanya, "Joss, lama banget!" "Sebentar, aku sedang coba hipnotis ini".

Hening.

Sampai pada akhirnya dia menaruh juga kartunya di tumpukan kartu yang masih gue pegang. Gue suruh dia mengocoknya.

"Nah, ini sudah!" Joss terlihat bersemangat.

Sementara itu, muka gue pucet.

"Umm.. oke.. sini." Gue menarik kartunya dari tangan Joss.

Berbekal kemampuan memprediksi, menebak, atau yang lebih tepatnya: mengasal. Gue mencari satu buah kartu yang tadi diambil Joss.

Lama-lama gue sedikit gelisah. Kartunya Joss sama sekali gue nggak tau, dan sekarang, gue harus menemukannya. Gue keringetan.

Andai aja, si Joss tadi sempet nulis di kartunya, "KARTUNYA JOSS!" pasti nggak susah buat gue nemuin kartunya. Sayangnya dia nggak nulis begitu.

Gue memberanikan diri memilih satu kartu. Dan gue berikan pada Joss. Tanpa gue duga, Joss bilang, "Wah, hebat! ajarkan aku guru!!"

Gue bingung sebentar. Gue nya yang hebat, apa ingatan Joss yang kurang baik, sehingga dia lupa kartu apa yang diambilnya tadi.. Tapi biarin aja. Gue merasa keren. Gue merasa udah bisa nyaingin om Deddy Corbuzier.

Mulai dari situ. Si Joss malah makin menjadi-jadi menanggap gue guru sulapnya. Karena nggak tau harus berbuat apa, kadang gue ngasih syarat-syarat tersendiri buat dia supaya dia bisa ngelakuin trik sulap. Seperti: nahan boker selama 7 hari 7 malam, makan harus pake sekop, dan, mandi pake pasir setiap malam jum'at.

Tapi setelah gue pikir-pikir, syarat-syarat yang gue kasih malah kayak Tips Trik Menangkal Setan.

Itu semua gue lakuin biar memperpanjang waktu gue buat belajar sulap. Tapi nyatanya, gue sama sekali nggak tertarik buat belajar sulap. Kecuali, ada yang ngajarin.

Lama-kelamaan, Joss mulai tau bahwa selama ini gue cuma pura-pura jadi guru sulapnya.

Saat itu gue lagi duduk sambil ngelamun di kelas. Tiba-tiba Joss dateng, dengan wajah murung, dia bertanya, "Guru.. kapan kau ajari aku trik sulap terbaru guru..?!" Tanya si Joss. "Umm.. nanti pasti gue ajarin Joss" Kata gue, pelan.

Lalu, gue dikagetkan dengan suara gebrakan meja yang sangat keras. Joss ngamuk. "Kau bohong.. kau bukan guruku!" Kata Joss, sambil mundur meninggalkan kelas. Tapi sebelum itu, dia nabrak pintu dulu.

Gue gemeteran sambil membatin, "Alhamdulillah... alhamdulillah...".

Gue seneng Joss udah mengetahui semuanya, tapi gue nggak enak karena udah membohonginya. Gue berniat buat minta maaf keesokan harinya.

Waktu udah menunjukkan pukul 07.00, tapi Joss belum juga dateng. Dan sampai guru masuk kelas pun, Joss masih belum dateng.

Dan hari itu, Joss nggak masuk kelas. Begitupun di hari berikutnya. Sampai pada akhirnya, gue tau, kalau Joss udah pindah sekolah. Gue juga nggak tau apa yang menyebabkan dia pindah sekolah. Entah karena pengen sekolah khusus sulap, atau pengen kerja bareng Uya Kuya.

Yang jelas, gue berharap semoga dia bisa mencapai cita-citanya. Apapun itu. Dan semoga juga, dia udah lupa kalau dia pengen banget jadi pesulap. Amin.

4 comments:

  1. orang kaya gitu mending dikasih trick sulapnya oge arthemus digembok tangannya sambil di tutupin pake kayu kering yang mudah terbakar, terus bakar kayunya dehh :D hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sori, gue masih pengen punya tangan.. :/

      Delete
    2. Haha.. suruh dia langsung praktek aja bro :D ngga usah di contohin

      Delete